Saturday, June 27, 2009

Ikut pelatihan

Sudah seminggu saya mengikuti pelatihan wasganis di makassar, ternyata semua tidak seburuk yang saya bayangkan, suasananya rileks tidak canggung, mungkin karena panitia dan sebagian peserta sudah terlebih dulu saya kenal. Pelatihan ini diikuti oleh 20 peserta dari 3 propinsi yaitu propinsi sulawesi selatan, tenggara dan barat dan akan berlangsung sampai 28 hari mendatang.
Pelatihan ini diharapkan dapat mencetak tenaga pengawas tenaga teknis PHPL perencanaan hutan, terlepas dari kenyataan apakah mereka dapat difungsikan dikantor atau tidak. Ada banyak kerumitan jika berbicara soal kantor. Berbeda dengan pekerja swasta, dalam dunia perkantoran sipil ada sistem hierarki, dan semuanya diukur tidak dengan kepintaran atau pengetahuan yang dipunyai seseorang, tapi sejauh mana kedekatan dengan para pengambil keputusan. Karena itulah meskipun kami diharapkan bisa menjadi tenaga pengawas di dinas masing-masing, tapi saya sadar untuk tidak berharap terlalu banyak.
Hari ini, materinya tentang tata hubungan kerja, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Cukup membosankan tapi thanks god pematerinya menyenangkan, so tidak sampai ketiduran. Perlahan-lahan saya mulai tau, pertanyaan yang selalu mengusik mulai terjawab. Utamanya apakah pegawai dinas kabupaten merupakan bawahan dari dinas propinsi? Ternyata tidak, keduanya berada pada posisi sejajar, propinsi tidak bisa seenaknya memerintahkan kabupaten untuk mengumpulkan data guna kepentingan mereka (hellow sobatku di dishut propinsi moga kmu membaca ini).
Pelatihan ini juga punya sesi praktek lapangan, jujur aja sesi ini yang paling saya nantikan. Saya tidak terlalu suka dikurung dalam ruangan kelas, rasanya aneh seperti kembali kuliah lagi Cuma kali ini nggak ada teman-teman dekat seperti nira dan fafat yang menyenangkan. Pelatihannya dimulai jam delapan pagi dan berakhir jam lima sore, nyaris tidak menyisakan waktu bagi saya untuk bersosialisasi dengan mall-mall yang banyak bertaburan di makassar, sesuatu yang tidak saya dapatkan dikolaka dan kelihatannya juga harus saya relakan disini hik..hik..hik...
Tapi saya tidak akan menyerah, pelatihan ini bagus untuk merangsang otakku, biar bisa senam lagi setelah selama ini kegemukan karna tidak ada hal menantang dari pekerjaan dikantor. So 22 hari lagi?...... siapa takut!!!! Enjoy aja.

Monday, June 15, 2009

Menulis itu Sulit


Menulis itu sulit,dan anehnya belakangan ini makin sulit untuk saya lakukan. Saya masih ingat dulu waktu Sekolah dasar, punya banyak buku diary yang semuanya penuh berisi tulisan tentang keseharianku. Mulai dari dipukul kakak, dimarahi ibu sampai soal uang jajan. Menginjak SMP kebiasaan menulis diary tetap saya lakukan, isinyapun mulai berubah kebanyakan tentang teman-teman dan orang-orang yang saya sukai. sampai entah kapan saya mulai berhenti menulis buku diary. Saat SMA, saya nyaris nggak pernah nulis lagi, paling-paling cuma puisi singkat untuk mata pelajaran bahasa indonesia. Saat itu saya mulai merasa nggak punya ide dan mood untuk menulis, dan anehnya saya juga mulai tidak bisa melamun lagi. Saya yakin itu berhubungan dengan kata-kata dari seorang penutur kearifan yang mengatakan bahwa ketika kita masih kecil daya khayal dan imajinasi sangatlah tinggi sedangkan daya nalar sangat rendah sementara pada saat kita dewasa daya khayal semakin berkurang karena daya nalar menjadi sangat logis.

saya teringat waktu SMA, teman-teman yang tau kalau saya dulu suka nulis cerpen dan puisi, meminta sebuah cerpen untuk di tempel di mading sekolah. Saya benar-benar kelimpungan, berhari-hari saya berusaha menimbulkan keinginan menulis tapi tetap nggak bisa. Sementara saya mulai merasa berada di bawah tekanan untuk segera menyetorkan naskah itu. saya berusaha menjelaskan kalau sudah tidak bisa menulis lagi karena telah kehilangan daya khayal dan berubah menjadi sangat logis. Tapi tetap saja penjelasan itu tidak berarti apa-apa bagi mereka. Akhirnya dengan sangat terpaksa saya menulis sebuah naskah yang benar-benar buruk. Saya tau mereka kecewa pada tulisan itu, namun tidak sebesar rasa kecewa saya pada diri sendiri. Saya sadar untuk waktu yang lama saya tidak akan menulis lagi.

Tapi sekarang, entah apa yang menggerakkan saya untuk mulai menulis lagi. Memang tidak sebagus dulu. Masih banyak yang harus saya pelajari, tapi mungkin ini merupakan awal yang bagus. Belajar lagi melakukan hal yang dulu paling saya sukai, menulis sambil tersenyum, menulis untuk bahagia. Peduli amat dengan segala tata bahasa dan hal-hal aneh lainnya saya akan menulis untuk diriku. Karena saya menikmati melakukan ini.

Saturday, June 13, 2009

Jam Dinding Yang Berdetak

Saat saya merasa down memikirkan begitu banyak hal yang belum saya capai, masalah yang belum terselesaikan, ada satu cerita dari kakak saya yang selalu bisa membuat saya tenang. Kakak saya pernah bercerita tentang percakapan antara detik jam dan vas bunga diatas meja. Alkisah si detik mengeluh tentang hidupnya.

Detik Jam : Vas saya nggak sanggup hidup lagi, hidup saya bener-benar berat
Vas Bunga : Apa yang membuatmu merasa seperti itu ?
Detik Jam : Coba kau bayangkan setiap saat saya harus selalu berdetik, setelah saya hitung-hitung dalam semenit saya harus berdetik sebanyak 60 kali, dalam sejam saya harus berdetik sebanyak 3.600 kali, padahal dalam sehari ada 24 jam itu berarti saya harus berdetik 86.400 kali, saya sampai nggak mampu membayangkan berapa saya harus berdetik untuk setahun .
Vas Bunga : saya turut sedih mendengarnya, tapi Sebaiknya kmu lupakan saja 86.400 kali detikkan itu. makin dipikir juga akan makin berat, sebaiknya kmu hanya kosentrasi pada satu detik yang yang ada di depanmu lupakan yang lainnya, semoga kamu akan merasa lebih ringan

Tidak diceritakan lagi bagaimana komentar si detik jam, tapi cerita itu tanpa bermaksud menasehati, tanpa bermaksud menggurui bisa membuat saya jauh merasa tenang, sejak itu setiap ada masalah beruntun yang harus saya hadapi, setiap hidup terasa benar-benar berat, saya cukup hanya mengingat cerita itu dan saya tau, saya akan baik-baik saja

Sunday, June 7, 2009

Born Again with The Last Lecture


“Jika kita harus mati besok apa yang kita inginkan sebagai pusaka kita?”
semua orang pasti akan menanyakan hal itu pada dirinya, semua manusia pasti berharap bisa memberikan bagian dirinya yang terbaik untuk orang-orang yang dicintainya dan Prof Randy Pausch melalui “the last lecture” berusaha menjawab pertanyaan itu.

The Last Lecture adalah rekaman kuliah yang dibawakan oleh Randy Pausch, seorang Profesor di bidang ilmu komputer di universitas Carnegie Mellon yang pada saat membawakan “kuliah tersebut” terserang 10 tumor di lever dan diperkirakan akan meninggal 4 sampai 6 bulan lagi, mengejutkan dan mengharukan karena dia tidak memanfaatkan kesempatan untuk berkeluh kesah tentang penyakitnya tapi justru meberikan pesan ceria tentang bagaimana seharusnya menjalani hidup tanpa penyesalan.

Rekaman ini bercerita tentang impian-impiannya di masa kecil dan usaha-usaha yang dia lakukan untuk mencapainya dan rasanya luar biasa mengetahui impian di masa kecil bisa membentuk keseluruhan dirimu. Hal-hal kecil yang terkadang tak berarti tapi jika direnungkan kembali ternyata berarti banyak bagi dirimu.

Rendy Pausch membagi impian masa kecilnya menjadi 5 bagian yang jika sepintas lalu merupakan impian yang benar-benar aneh dan mungkin sulit terwujud tapi dengan berbagai cara dia bisa mewujudkan kesemuanya dan meskipun hasilnya tidak seperti yang dia harapkan tapi dia memetik banyak pelajaran bermanfaat dari semua itu, pelajaran yang membuat hidupnya terasa lengkap meskipun singkat. dia menganggap masalah sebagai tembok penghalang yang harus dilewati dengan bermacam cara. tidak mesti dihancurkan tapi juga bisa diputari. misalnya dalam salah satu impian masa kecilnya dia bermimpi ingin bermain di liga sepakbola nasional, ketika dia mulai berlatih sang pelatih tidak henti menghardiknya, lelah, sedih tapi terhibur saat di akhir sesi latihan, salah seorang pelatih menyatakan “itu bagus, kalau kau membuat kesalahan dan tidak ada yang menegurmu lagi itu berarti mereka sudah menyerah” memang hal kecil tapi itu membuat saya menyadari bahwa mungkin disaat itulah dia mengerti apa arti peduli dan apa arti kritik yang membangun. Pada akhirnya masuk liga menjadi hal yang tak penting lagi karna toh dia sudah memenangkan pelajarannya.

dan akhirnya pertanyaan itu kembali terulang :
“Jika kita harus mati besok apa yang kita inginkan sebagai pusaka kita?”
Randy pausch memberikan The Last Lecture sebagai jawabannya. dia mewariskan pusaka yang sangat berharga, dan bukan hanya untuk anak-anaknya tapi juga untuk semua orang, juga untuk saya yang notabene tidak mengenalnya. Melihat rekaman ini membuat saya mengubah cara pandangku terhadap masalah.
pada akhirnya inti the last lecture bukan tentang mewujudkan impian, melainkan bagaimana cara kita menjalani hidup.Jika kita menjalani hidup dengan cara yang benar maka kehidupan akan terus akan berjalan. impian – impian itu yang akan mendatangi kita”.

Sebeeeeeeel

Benar-benar menyebalkan hari rencana mau masukkan tulisan baru begitu sampai diwarnet komputernya nggak mau membuka file yang sudah saya tulis ini apaan sih, apa karena saya tulisnya di word 2007 sedangkan komputer di warnet hanya punya word 2003? tapi apa benar ada pengaruhnya? menyebalkan mana warnetnya jauh lagi