Sunday, November 1, 2009

Fear Of Rental



Hari ini saya membuat pertaruhan besar, sejak semalam cemas sampai susah tidur, saya dan acan berbaring dengan mata nyalang sambil bercakap-cakap tentang resiko yang akan kami ambil. Benar-benar keputusan sulit terlebih saya dan acan sangat berbeda karakter. Saya libra sejati, segala hal selalu ditimbang untung dan ruginya jika perhitungan diatas kertas menunjukkan kerugian maka besar kemungkinan tidak akan saya teruskan. Berbeda dengan acan dia libra gadungan, tidak perduli untung ataupun rugi, selama itu membuatnya senang dan bangga so what gitu lho maka jadilah hanya saya yang blingsatan memikirkan bagaimana nantinya.


Pertaruhan itu bernama bulgo rental, dari berbagai sudut pengamatan rasanya kerugian sudah didepan mata, jumlah novel dan komik yang saya miliki sekitar 600 buah buku, syukurlah dari kesemua buku itu sebagian besar merupakan milik pribadi yang dikumpulkan sejak masa kuliah, memang ada sebagian kecil utamanya komik yang baru saja saya beli untuk keperluan rental berhubung saya tak pernah benar-benar menggemari komik. So dimana letak pertaruhannya? Salah satu hal yang sejak awal tidak saya perhitungkan adalah tempat usaha, dalam bayangan terburuk saya, sewa tempat paling mahal adalah 3 juta untuk setahun, atau mungkin 300 rb perbulan, tapi ternyata....... setelah mencari berminggu2 yang termurah yang bisa saya temukan hanyalah 6 juta pertahun. OMG ini mengerikan jelas saja saya menolak. 6 juta setahun? Berarti penghasilan bulanan dari rental minimal harus 600 ribu perbulan supaya segalanya tidak sia-sia. Tapi dalam mimpi paling liarku rasanya mustahil bisa mendapat 600 rb perbulan hanya dari rental buku mengingat tidak semua orang suka membaca ya kan?


Karena itulah saya ingin melakukannya di rumah saja dengan mengorbankan ruang tamuku yang kecil itu, tidak perlu menyewa tempat, meskipun dalam lorong dan tempatnya sangat tidak komersil tapi dengan promosi besar-besaran rasanya saya yakin bisa mendapakan pelanggan tetap. peduli amat dengan ruang tamu, saya toh nyaris tidak pernah menerima tamu.


Tapi...... sayang beribu sayang, acan menolak mentah-mentah segala usul itu, dia bersedia bekerja sekeras mungkin untuk mendapatkan uang sewa tempat agar tidak perlu mengganggu tabungan kami. Acan penikmat hidup (itu yg membuat saya tertarik padanya dulu.....) tak pernah peduli berapa banyakpun uang selama itu bisa membuat dia senang, tidak peduli klu uang itu mungkin bisa dipakai untuk hal yang lebih baik. Selama dia punya kesibukan menjaga dan memamerkan tempat usaha itu kepada teman2nya semuanya menjadi boleh, argumen sebanyak apapun yang saya lontarkan tidak bisa melunakkan pikirannya, dia ingin punya tempat usaha yang juga sekaligus tempat dia berkumpul dan bersosialisasi dengan orang-orang kalaupun rugi toh dia sudah bersenang-senang dengan tempat itu selama setahun.


Saya tidak tau bagaimana lagi untuk merubah pikirannya, saya juga tidak punya energi untuk pertengkaran panjang sementara dia selama apapun waktu yang dia perlukan untuk membujuk, merayu, memaksakan keinginannya akan dia jalani, saya kalah lebih karena lelah berdebat dibanding hal lainnya. akhirnya hanya saya yang terjebak dengan pikiranku sendiri, sibuk berpikir bagaimana caranya agar tidak merugi, bagaimana caranya agar uang tidak terbuang percuma, sungguh suatu pekerjaan yang berat