Tadi malam saya mimpi Bapak, bahkan dalam mimpipun rindu itu terasa begitu pekat. Bapak masih sama dengan dulu, wajah ramah dengan sorot mata yang hangat. Memakai singlet dan sarung kotak-kotak kebanggaannya, persis seperti dulu. Sudah 13 tahun Bapak meninggal, ada saat-saat saya nyaris lupa akan Bapak tapi lebih banyak lagi saat-saat saya merindukannya.
Bapakku, bapak yang terbaik didunia, dia begitu keras tapi juga lembut, selalu berpura-pura tidak peduli tapi nyatanya dia yang paling peduli. Dia menolak memenuhi permintaanku tapi memenuhinya di saat dia yakin saya tidak melihatnya, bagi Bapak kebaikan tidak perlu dipamerkan. Dia perwujudan sosok pahlawan bagiku, tanpa mengharap balasan, dan yang paling menyakitkan dia rela merendahkan diri untuk kebahagiaanku.
Bapakku, bapak yang terbaik didunia, dia begitu keras tapi juga lembut, selalu berpura-pura tidak peduli tapi nyatanya dia yang paling peduli. Dia menolak memenuhi permintaanku tapi memenuhinya di saat dia yakin saya tidak melihatnya, bagi Bapak kebaikan tidak perlu dipamerkan. Dia perwujudan sosok pahlawan bagiku, tanpa mengharap balasan, dan yang paling menyakitkan dia rela merendahkan diri untuk kebahagiaanku.
Saya masih ingat dulu waktu SMA, ketika pulang dari sekolah saya merajuk karena menginginkan barang-barang seperti punya teman-temanku. Dengan kejam saya menyatakan bahwa semua teman-temanku anak pejabat dan hanya saya yang bukan. Ya Tuhan tolong ampuni aku karena membuat Bapak begitu sedih. Dengan 3 orang kakak yang sedang kuliah harusnya saya cukup sadar bahwa Bapak sudah berusaha melakukan segala yang terbaik untuk saya, tapi saya sungguh jahat, sungguh bebal, sungguh naif mengharapkan barang yang sangat tidak berharga dibanding perasaannya. Bapak diam hanya sorot matanya yang terluka, dan... bapak akan mencari pinjaman supaya saya bisa memiliki barang-barang itu, supaya saya bisa sama dengan teman-temanku.
Saya sungguh menyesali sikapku, lidah memang lebih tajam daripada pedang, kerusakan yang ditimbulkannya tak nampak tapi bisa menghancurkan seseorang. Bapak meninggal dunia tidak lama kemudian, bertahun ini saya tak henti menyesali / menyalahkan diri. Apa Bapak meninggal karena saya?.... apa Bapak meninggal karena kerja keras akhirnya mematahkan kekuatannya dalam hidup? Apa saya adalah cambuk yang memaksa Bapak untuk bekerja lebih keras lagi?. Saya mendapat pelajaranku tentang apa yang berharga dan yang tidak, tapi kenapa harga yang harus saya bayar begitu mahal?
Sekarang kami semua sudah bekerja, Bapak tidak sempat menghadiri perkawinanku, bapak tidak sempat merasakan hasil dari buah yang sudah ditanamnya. Setiap melihat baju batik yang di pajang di toko, tak urung terasa ada tinju yang menohok dadaku, Bapak pasti suka batik itu. Dan rindupun terasa semakin pahit, rasanya ingin menjerit sekuatnya, Bapak.... Maafkan Saya....
tun... bagusnya tulisanmu ini. terharuka'
ReplyDelete